Sunday 26 May 2013

Fatherless Generation

Me : Xaxa rindu ngga sama daddy?
Xaxa : rindu 
Me : Mau bicara ngga?
Xaxa : ngga mau
Me : Tar kita pindah ke sorong ya nak...supaya bisa ketemu daddy tiap hari
Xaxa : ngga mau mommy, ngga enak di sorong, xaxa mau sama mommy dan dave di bandung saja


Ngga terasa kurang lebih dua bulan lagi kita akan pindah ke sorong, kota tempat suami saya dibesarkan. Setiap kali orang bertanya pada saya, apakah saya siap pindah ke sorong? jawabannya adalah "saya tidak punya pilihan" hihihi mungkin menurut orang lain ini jawaban yang biasa saja, tetapi saya tahu tidak demikian buat suami saya. Jawaban ini sangat membebaninya, karena seakan-akan mengikutinya pindah ke sorong adalah sebuah penderitaan. 

Sudah hampir empat tahun kami melalui hubungan jarak jauh dalam pernikahan kami, oh tepatnya hampir lima tahun, karena setelah kami menikah pun saya masih tinggal di tangerang dan dia di bandung. Kalau diingat-ingat kembali sudah begitu banyak pergumulan yang harus kami lalui karena jarak tersebut. Masih sangat jelas dalam ingatan saya, ditahun pertama pernikahan kami dan dalam keadaan hamil xaxa, saya menangis di ruangan VP memohon dimutasi ke bandung, saat-saat begitu sepi di kost, menangis sendiri tengah malam, dan berdoa supaya Tuhan menolong agar keluarga kami dapat bersatu. Meskipun sudah banyak sekali rekan yang menyarankan saya agar resign saja, karena hampir mustahil untuk pindah ke bandung, dan kabarnya bandung adalah kota favorit mutasi.  Tetapi Tuhan itu maha kuasa, saat xaxa lahir SK perpindahan saya ke bandung pun akhirnya dikabulkan. See tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.

Tetapi ternyata tantangan baru kembali muncul, justru disaat saya disetujui pindah ke bandung, kantor suami saya malah pindah ke jakarta. Ironis ya? dan karena beberapa alasan akhirnya suami memutuskan bisnis di kota dia dibesarkan. Kembali lagi kami harus berpisah. Kalau ditanya sekarang, harusnya kami semakin 'biasa' dong ditinggal? Kan sudah bertahun-tahun seperti itu...Tapi justru 'kebiasaan' inilah yang menakutkan buat saya. dan percakapan dengan xaxa malam ini memantapkan saya untuk pindah. 

Saat-saat awal berpisah, kami tidak kuat untuk tidak bertemu sebulan saja, kemudian satu setengah bulan, meningkat lagi menjadi dua bulan, dan saat ini tantangannya hampir tiga bulan. Begitu juga dengan xaxa yang biasanya mau berbicara dengan daddynya, mengadu dengan daddynya, minta nelpon tiap malam, belakangan ini juga semakin berkurang. Dia sudah sangat jarang berinisiatif mengatakan rindu pada daddynya. Kondisi ini sangat menakutkan buat saya, saya tidak mau dia tumbuh tanpa daddynya!

Kalau ditanya, pada masa kecil saya, apa yang saya ingat tentang ayah saya? maka saya akan menjawab hampir tidak ada. Yang saya ingat adalah Akong (kakek) saya, tetapi tetap saja dia bukan ayah saya. I'm a fatherless generation, karena itu saya tahu bagaimana rasanya tumbuh tanpa ayah, rasanya ada sebuah lubang dalam hati yang tidak dapat ditutup dengan apapun, bersusah payah membangun rasa percaya diri dengan berprestasi, tetapi tidak ada satupun hal yang dapat menggantikan peran itu.

Jadi jika ditanya dan dibandingkan kota sorong dengan bandung, mana yang lebih nyaman? Bagaimana dengan pendidikan disorong? les ballet? les piano? les aikido? les robotic? Bagaimana dengan gereja? komunitas? teman-teman? Belum lagi sejumlah kenikmatan hidup yang bisa dengan mudah didapat dikota besar, hihihihi seperti mall, bioskop, restoran, tempat rekreasi...pasti semakin beratlah langkah kami pindah ke sorong. Tetapi....buat apalah jika anak kami suatu hari nanti jadi penari ballet profesional atau pianis yang berbakat, arsitek yang terkenal, atau dokter yang terhebat sekalipun..... jika dia harus tumbuh tanpa ayahnya? jika saya harus jalani rumah tangga saya tanpa seorang imam? 

Xaxa butuh role model seorang pria yang mengasihi dia apa adanya dan melindunginya, cinta pertama dalam hidupnya...  
Dave butuh role model seorang pria tangguh yang bertanggung jawab menafkahi keluarganya, yang mengajarinya bagaimana menjadi pria, pahlawan nya...

Peran ini tidak bisa dibayar dengan seminggu sekali atau sebulan sekali...meskipun orang-orang sering mengatakan yang penting kualitas...bukan kuantitas... tetapi manalah mungkin jika kita memaksakan diri hanya makan sehari sekali dengan alasan kualitas yang sekali itu sudah bisa mencukupi dan menggantikan kuantitas makan tiga kali sehari...tentu kita akan kelaparan sepanjang hari. Begitu pula buat apa makan tiga kali sehari tanpa kualitas/nutrisi yang cukup...lama-lama akan jadi mall-nutrisi. Jadi baik kualitas maupun kuantitas sama-sama pentingnya. dan peran ayah tidak dapat digantikan dengan apapun, karena dialah pemimpin kami...panutan kami...cinta pertama putri kami...pahlawan putra kami...imam kami...terlebih lagi kekasih hatiku... :)

Jadi ditanya apakah saya siap pindah ke sorong, maka jawabannya adalah saya siap!



6 comments:

  1. nanti kucubit si birong xaxa lah kl dia ngga mau ikut :)

    ReplyDelete
  2. i'm a fatherless generation too..
    hiks..

    ReplyDelete
    Replies
    1. ah vincy.....
      *huggggggggggggggggggggggggggg

      Delete
  3. waah bner2 perenungan yg daleeemmm bgt Ci. hehee jujur sy salah satu yg berat nglepas ci Els k Sorong tp habis baca blog ini kmi ngedukung 100% kpindahan cc.God has a big plan for Sitorus family , GBU Sist.we luv U :) thx yaaa bwt inspirasinya !

    ReplyDelete
    Replies
    1. thanks ci vera... keep pray for us ya...

      Delete
  4. Els.. Ayo menulis lagi... I miss reading your blog :-*

    ReplyDelete